Rabu, 25 Juni 2008

Dari TKR sampai TRI

Seperti tertulis dalam sejarah, PETA (Tentara Sukarela Pembela Tanah Air) dibubarkan sendiri oleh bosnya, Jepang. Pada tanggal 18 Agustus 1945 muncul perintah tersebut dari pimpinan tentara Jepang agar Daidang (setingkat batalyon) PETA dibubarkan. Bahkan Panglima tentara ke 16 yang berkuasa di Jawa, Jenderal Nagano Yuchiro pada tanggal 19 Agustus 1945 mengucapkan pidato perpisahan pada semua anggota PETA yang dibubarkan itu. Pembubaran ini diikuti pelucutan senjata para anggotanya. Setelah itu mereka disuruh pulang dengan diberikan bekal seperlunya. Setelah Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) membentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat) sebagai bagian daripada Badan Pertolongan Korban Perang. BKR bukan badan militer dan semata-mata semacam Hansip Wanra saja saat itu. Pada tanggal 5 Oktober 1945, B.K.R ini dengan maklumat Pemerintah no.6, telah ditransformasikan menjadi T.K.R (Tentara Keamanan Rakyat). Isi maklumat : untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan satu Tentara Keamanan Rakyat. Pada tanggal 6 Oktober 1945 keluar maklumat tambahan yaitu, sebagai menteri keamanan rakyat diangkat Soeprijadi. Ternyata Soeprijadi sang tokoh pimpinan pemberontakan PETA Blitar ini, tidak pernah muncul. Namun Pemerintah tetap mempertahankan namanya sampai nanti Soedirman diangkat sebagai Panglima T.K.R. Perihal TKR ini dibicarakan untuk pertama kali oleh kabinet R.I pertama (Kabinet Presidentiel dipimpin Presiden Soekarno) pada tanggal 15 Oktober 1945 bertempat dirumah Soekarno jalan Pegangsaan Timur no.56 Jakarta. Semua menteri hadir kecuali Soekarno. Para mantan tentara KNIL (tentara Hindia Belanda) yang hadir adalah Oerip Soemohardjo, Soedibjo, Samidjo dan Didi Kartasasmita. Mantan PETA yang hadir adalah Dr Soetjipto dan Kafrawi. Saat itu berhasil ditetapkan bahwa Oerip Soemohardjo, mantan mayor KNIL yang sudah pensiun, sebagai Kepala Markas Besar Oemoem dan juga sebagai formatir organisasi. Markas besar T.K.R (MBT) segera dibentuk dengan kota Yogya sebagai pusatnya. Untuk pengembangan di Sumatera, pada tanggal 5 November 1945 Dr AK Gani diangkat sebagai organisator dan koordinator T.K.R diseluruh Sumatrera. Tanggal 20 Oktober 1945, Kementerian Keamanan Rakyat mengumumkan secara resmi pengangkatan Soeprijadi selaku Panglima dan Oerip Soemohardjo sebagai Kepala Staf. Nama lain yang disebut-sebut adalah Moehamad Soeljoadikoesoemo sebagai menteri keamanan ad interim. Tapi karena penolakan dari berbagai pihak dia tidak pernah memangku jabatan tersebut. Menteri Keamanan Rakyat baru diisi oleh Amir Sjariifudin dalam Kabinet Sjahrir pertama (kabinat RI ke II) pada Bulan Oktober 1945. Pada tanggal 27 Oktober 1945 Pemerintah mengeluarkan maklumat tentang T.K.R. yaitu sebagai bagian dari maklumat pemerintah tentang pemberian perintah dan petunjuk kepada penduduk. Dikatakan : Pemerintah R.I lagi berusaha menyusun secepat-cepatnya TENTARA KEAMANAN RAKYAT untuk menanggung kemanan Dalam Negeri….. Kemudian agar para pemuda yang berminat berpartisipasi pada lembaga militer ini. Pada tanggal 2 Nopember 1945, pemerintah nasional kota Jakarta misalnya, memang menyerukan agar para bekas PETA, HEIHO, militer Hindia Belanda, Pelopor, Hisbullah, dan para pemuda lainnya yang berumur 18 tahun keatas supaya mendaftarkan namanya bagi tentara keamanan rakyat. Pendaftaran dilakukan dibalai agung kota (kira-kira sekarang kator DKI Jaya), Gambir Selatan no.9. mulai tanggal 3 November 1945 jam 8 pagi sampai jam 2 siang. Meskipun Kepala Staf dan MBT sudah ada tapi Panglima T.K.R baru saja terpilih pada tgl 12 November 1945 dalam konperensi tentara di Yogya. Kolonel Soedirman mantan Daidancho PETA dan komandan batalyon Banyumas terpilih secara aklamasi dalam konperensi T.K.R di Yogyakarta itu. Tapi dirinya baru pada tanggal 18 Desember 1945 atau dalam masa pemerintahan kabinet Sjahrir I, resmi ditetapkan sebagai Panglima Besar. Penundaan pelantikan ini menurut Anderson menandakan adanya persaingan dan pertentangan antara pemerintah dan komando tertinggi militer. Soedirman sendiri setelah konperensi TKR di Yogya sempat kembali dahulu kepada induk pasukannya di Kroya dan memimpin pertempuran di Ambarawa. Bintangnya memuncak naik ketika sebagai Panglima Perang berhasil dengan gemilang mengusir tentara Sekutu dari Ambarawa pada tanggal 15 Desember 1946. Organisasi T.K.R awal sangat besar. Organisasi ini menganut konsep struksur organisasi KNIL yaitu berbentuk Komandemen, Divisi, dan Resimen. Komandemen yang telah dibentuk saat itu adalah Komandemen Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Komandemen membawahi sejumlah Divisi. Misalnya Jawa Barat yang dipimpin oleh jenderal mayor Didi Kartasasmita dan bermarkas di Purwakarta, memiliki tiga Divisi. Dibawah Divisi terdapat sejumlah resimen dan selanjutnya. Baik Komandemen maupun Divisi pada dasarnya sudah menganut konsep teritorial. Selama Pemerintahan Sjahrir, tentara berhasil mengkonsolidasikan diri dengan baik dan menuju kesempurnaan organisasi. Pada tanggal 7 Januari 1946 dikeluarkan maklumat no.2 tentang perubahan nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan rakyat (juga disingkat T.K.R). Kementerian keamanan diganti namanya menjadi kementerian pertahanan. Tanggal 25 Januari 1946 T.K.R dirubah lagi menjadi T.R.I (Tentara Republik Indonesia). Dan satu bulan kemudian yaitu pada tanggal 23 Februari 1946 dibentuklah panitia besar penyelenggara organisasi tentara. Tugas pokok panitia ini adalah membentuk peraturan tentang,
1. Bentuk kementerian pertahanan
2. Bentuk ketentaraan.
3. Kekuatan tentara.
4. Organisasi tentara..
5. Peralihan dari keadaan TKR kekeadaan susunan TRI.
6. Kedudukan laskar-laskar dari barisan-barisan bersenjata dari badan-badan ketentaraan yang bukan badan pemerintah.
Sebagai anggota panitia diangkat, Didi Kartasasmita, Kafrawi, Suryadarma, Sukandar, Soejoto, Holan Iskandar, TB Simatupang,Oerip Soemohardjo, Sutirto, Mr Soepomo, Ir Rooseno dan Drg Mustopo. Lalu pemerintah menetapkan susunan markas besar dan kementerian pertahanan baru. Setelah itu pada tanggal 23 Mei 1946, markas tertinggi tentara mengundang rapat seluruh pimpinan divisi dan resimen. Musyawarah besar ini membahas struktur organisasi T.R.I yang baru yang lebih kompak dan efisien. Dengan perkataan lain Komandemen ditiadakan dan sebagai penggantinya di Jawa dibentuk tujuh buah divisi. Nasution bercerita dalam bukunya, Di gedung Sekolah Kepandaian Puteri sebelah barat laut M.B.T, diadakan rapat penerangan (briefing). Kemudian timbullah proses penentuan Panglima-panglima baru menurut organisasi baru, yang berarti jumlah Panglima berkurang dari 10 menjadi 7 dan 3 Panglima Komandemen ditiadakan…..pemilihan dilakukan oleh komandan-komandan resimen…..ternyata saya diangkat sebagai Panglima Divisi I.